Waktu Saat Ini

Mengenal Kedudukan Manusia dan Tanggung Jawabnya

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Bismillahirrahmanirrahiim, Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sholawat dan salam kepada junjungan kita Rasullullahi Shallallahu 'alaihis wassalam beserta kerabat dan sahabat dan para tabiin dan semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan berkah kepada kita semua, amiin.
Manusia diturunkan ke dunia ini bukannya tanpa peran. Manusia sesungguhnya mempunyai kedudukan dan tugas yang telah melekat padanya, yang terbawa sejak dia dilahirkan di muka bumi ini.

Kedudukan manusia yang pertama adalah sebagai Abdullah, yang artinya adalah sebagai hamba Allah. Sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah, yang tidak boleh membangkang pada-Nya. Jika kita membangkang maka kita akan terkena konsekwensi yang sangat berat. Kita adalah budak Allah, karenanya setiap perilaku kita harus direstui oleh-Nya, harus menyenangkan-Nya, harus mengagungkan-Nya. Kita ini memang budak dihadapan Allah, namun dengan inilah kita menjadi mulia, kita menjadi mempunyai harga diri, kita menjadi mempunyai jiwa, kita menjadi mempunyai hati, kita menjadi mempunyai harapan cerah yang akan diberikan Tuhan kita, karena ketaatan kita itu.
Dengan kedudukan ini, maka Manusia mempunyai dua tugas, pertama, ia harus beribadah kepada Allah baik dalam pengertian sempit maupun luas. Beribadah dalam arti sempit artinya mengerjakan Ibadah secara ritual saja, seperti, Sholat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas adalah melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist. Dan tentunya dari makna ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan pribadi seorang muslim sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan kelima rukun Islam maka akan bisa memberikan warna yang baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia dan banyak memberikan manfaat selama bermuamalah itu. Disamping itu segala aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas ibadah maupun aktifitas keseharian kita dimanapun berada di rumah, di kampus di jalan dan dimanapun haruslah hanya dengan niat yang baik dan lillahi ta'ala, tanpa ada motivasi lain selain ALLAH, sebagai misal beribadah dan bersedekah hanya ingin dipuji oleh orang dengan sebutan “alim dan dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari orang lain; ingin mendapatkan kemudahan dan fasilitas dari atasan selama bekerja dan studi dengan menghalalkan segala cara dan lain sebagainya. Sekali lagi jika segala aktifitas bedasarkan niatnya karena Allah, dan dilakukan dengan peraturan yang Allah turunkan maka hal ini disebut sebagai ibadah yang sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
Kita beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita, Allah sama sekali tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun semua orang di dunia ini menyembah-Nya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-Nya, tidaklah hal tersebut semakin menyebabkan meningkatnya kekuasaan Allah. Demikian juga sebaliknya jika semua orang menentang Allah, maka hal ini tak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan Allah. Jadi sebenarnya yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang tergantung kepada Allah ini adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas kasihan Allah ini adalah kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini adalah kita. Allah memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah untuk kepentingan kita sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas nikmat yang diberikan-Nya, agar kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [2 : 21]
Dan satu hal penting yang harus dicatat adalah bahwa beribadah hanyalah kepada Allah saja, menggantungkan hidup ini hanyalah kepada-Nya saja. Dunia ini adalah instrumen semata, yang akan berperan sebagai bahan ujian dari-Nya. Karenanya, dalam beribadah, janganlah menduakan Allah, karena hanya Allahlah satu-satunya dzat yang harus kita sembah dan ibadahi.
Ingatkah kita akan apa yang wajib kita ucapkan minimal 17 kali sehari, dalam shalat-shalat kita, Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, hanya kepada Allah lah kami menyembah, dan hanya kepada Allah lah kami minta pertolongan. Tiada yang lain. Karenanya, Allah tiada mengampuni jika kita mensekutukannya, menduakannya dengan yang lain. Hanya berbuat karena Allah, dan hanya meminta
pertolongan kepada Allah lah yang membuat kita aman dari murkanya, dan akan mendapatkan rahmat-Nya

Tugas kedua manusia adalah sebagai Kalifatullahi, kalifah Allah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan, binatang, bumi dengan segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan gambaran tentang diberikannya tugas khalifah ketika berdialog dengan malaikat, dalam Q.S 2:30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat:'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan [khalifah] di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'
Jika tugas manusia adalah sebagai seorang pemimpin, tentu ia harus dapat membangun dunia ini dengan sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan alam, maupun antar sesama itu sendiri. Karakter sebagai seorang pemimpin ini tidak dengan serta merta tumbuh dengan sendirinya, hal ini harus dimulai dari tanggung jawab yang kecil mulai dari diri sendiri menuju lingkup yang agak luas sebagai pemimpin rumah tanggga, kemudian menuju yang lebih luas lagi pada sebuah komunitas masyarakat yang dipimpinnya, hingga akhirnya menuju tanggung jawab dalam lingkup yang lebih luas lagi. Semestinya kita melakukan instropeksi kedalam diri kita, apakah saat kita mendapatkan tanggung jawab sebagai pimpinan apapun, kita telah menjalankan amanat yang diberikan itu dengan sebaik-baiknya? Apakah jika kita tidak menjalankan setiap amanat yang kita terima itu dengan baik kita bisa menyebut diri kita itu sebagai kalifah? Tentunya tidak bukan. Oleh karena itu diri kita perlu selalu diasah untuk lebih peka lagi, lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar kita dalam membantu sesama, bersinergi dalam segala aktifitas, peka dan ringan tangan dalam membantu orang lain baik yang kita pimpin maupun saat kita berada dalam posisi dipimpin oleh orang lain. Tanpa kepekaan dan pengasahan diri sejak awal serta menggali pengalaman sebagai seorang pemimpin yang sesugguhnya maka akan sangat jauhlah diri kita dengan sebutan “Kalifah di muka bumi”, ini seperti halnya “sipunguk merindukan bulan”, tanpa berbuat sesuatu namun mengharapkan sesuatu yang besar.
Seorang pemimpin dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya, kemampuan untuk mengolah dan mengeksplorasi alam, maka sebenarnya ia tak boleh semena-mena terhadap
alam dan sesama manusia yang dipimpinnya, ia harus mengelolanya dengan baik dan harus amanah dan memberikan suri tauladan yang baik. Kepemimpinan manusia ini sebenarnya merupakan bagian dari ujian Allah, yang barangsiapa dapat melakukannya dengan baik, maka luluslah ia. "Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian [yang lain] beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [6:165]
Lalu manusia ada yang menyadari tentang misi kenapa ia harus berada di dunia, lalu ia memanfaatkan fungsi kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya, akan tetapi tidak sedikit pula yang akhirnya ingkar dan tidak mau menyadari untuk apa ia di turunkan di dunia ini, hingga akhirnya kerugianlah
yang akan didapatkannya "Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang-siapa yang kafir, maka [akibat] kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka." [35:39].

Akan tetapi jika fungsi kekalifahan di bumi yang diberikan Allah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka begitu besar keberuntungan yang akan diperolehnya, sebagaimana yang dilakukan nabi Saleh kepada umatnya "Dan kepada Tsamud [Kami utus] saudara mereka Shaleh. Shaeh berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi [tanah] dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat [rahmat-Nya] lagi memperkenankan [do'a hamba-Nya].' [11:61]
Maka hendaknya kita berhati-hati, akan amanah yang telah diberikan Allah kepada kita, karena sebenarnya setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya masing-masing di sisi Allah

Pedoman Dan Bekal Manusia.
Untuk pedoman hidup manusia Allah SWT menurunkan Al Qur'an agar supaya manusia bisa mengemban amanah yang diberikan oleh Allah SWT, disamping itu juga kita juga wajib untuk melaksanakan pedoman hidup dan cara beribadah dan bermuamalah berdasarkan Sunnah Rasullullah SAW, serta ijtihad para ulama dan tabiin yang berdasarkan pada Al Quran dan Al Hadist.
Bekal manusia yang dapat digunakan untuk memahami ayat-ayatNya. Allah menganugerahkan mata, telinga, akal dan hati. Dan nantinya mata, telinga, dan hati akan dimintai pertanggung jawaban Allah. Untuk apa selama ini digunakan. Inna sam'a wal abshoro wal fu'ada kullu ulaaaika 'anhu mas'uula,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, tiap-tiap dari mereka akan dimintai pertangunggjawabannya.

Allah telah memberikan banyak hal kepada kita, pedoman yang berupa Al Quran, demikian pula Allah telah memberikan bagi kita bekal berupa mata, telinga, dan hati yang bisa digunakan untuk mencerna ayat-ayat Allah dan petunjuk Rasulullah SAW. Karenanya sangatlah adil jika kemudian Allah menuntut tanggungjawab kita sebagai manusia. Selama di dunia ini, apa saja yang telah
kita lakukan. Al Qur'an yang kita punya, kita gunakan untuk apa saja, apakah memang telah kita gunakan sebagai pedoman dalam keseluruhan aspek kehidupan, ataukah kita abaikan begitu saja.
Demikian pula petunjuk yang diberikan Rasul, apakah kita taati, ataukah selama ini kita hanya menggunakan Sunnah Nabi dan al Qur'an sebagai pembenar-pembenar saja dari apa yang ada pada pikiran kita. Karenanya Allah menegaskan, bahwa pertanggungjawaban manusia itu akan diminta. Akan tetapi manusia banyak yang mengira bahwa hidup ini dibiarkan begitu saja, atau barangkali ia tahu akan tetapi tidak menyadarinya, karena tertutupi penglihatannya dengan fatamorgana dunia.
Karenanya tidaklah salah jika Allah dengan pertanyaan retorisnya mengatakan : 'Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggung jawaban]?' [75:36].
'Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.' [15:92-93]. Dan ayat yang lain: 'Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,' [74:38].
Dalam surat Al zalzalah yang menceritakan hari kiamat Allah memberikan gambaran bahwa di hari itu, manusia akan keluar dari kuburnya dalam berbagai macam keadaan sesuai dengan amalan yang telah mereka kerjakan, "Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka [balasan] pekerjaan mereka" [99:6]. ''Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.'' (99:7-8)
Dari ayat di atas dapat kita ambil hikmah bahwa betapa Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia agar bersikap peka, meski terhadap hal yang teramat kecil sekalipun. Memang, sesungguhnya Islam sangat menekankan agar kita memperhatikan hal-hal kecil bahkan detail dalam hidup kita. Saudaraku, kepekaan memang sudah selayaknya terasah dalam setiap gerak langkah hidup
kita. Nah, jika demikian menanamkan semangat bahwa sesuatu yang kita lakukan selalu saja ada pertanggungjawabannya, dan setiap lintasan pikiran yang ada di hati kita juga diketahui oleh Allah SWT, maka barangkali harus selalu kita camkan, agar kita berhati - hati dalam berbuat dan bertingkah laku serta kita luruskan segala niat kita untuk menggapai Ridho Allah SWT semata..
Dan dihari kiamat itu Allah akan memasang timbangan yang akan menimbang amal dan dosa manusia dengan seadil-adilnya, tanpa kezaliman sedikitpun. Meski sedikit sebuah amal, maka ia akan tertimbang juga, demikian pula meski sedikit dosa yang terpercik akan ada nilai yang diperhitungkan pula. Tak kan ada yang dirugikan dalam penimbangan itu. Semuanya tergantung dari manusia,
dan semuanya tergantung pada sikap kita selama di dunia. "Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika [amalan itu] hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan [pahala]nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan." [21:47]
Ketika manusia disidang di akhirat kelak, tak kan dapatlah ia mengelak, sebagaimana persidangan-persidangan yang ada di dunia. Jika persidangan yang ada di dunia amat ditentukan oleh saksi yang terkadang sulit didapatkannya, kredibilitas kejujuran seorang hakim, dll, akan tetapi di akhirat yang menjadi saksi adalah anggota tubuh manusia itu sendiri. Jadi tak akan ada lagi alasan, ketika tangan, kaki, mata, telinga dan semua anggota badannya menjadi saksi dan membeberkan setiap perbuatannya selama di dunia. Jadi jika demikian, artinya tak akan ada lagi bagi kita tempat berlari kecuali kembali kepada Allah dengan terus meningkatkan maraqabatullah, perasaan untuk selalu diawasi Allah. Karena memang, meski tak ada siapa jua, akan tetapi Allah akan tetap mengawasi kita segala lintasan dalam pikiran kita pastilah selalu diketahui oleh Allah SWT. Walau kita merasa tak kan ada yang melihat perbuatan kita, tapi anggota tubuh kita akan menjadi saksi kelak di hari kiamat dari apa yang kita kerjakan. Jadi memang tak akan ada jalan lain kecuali lari kepada Allah. Semoga kita semua termasuk golongan yang diberikan keselamatan di dunia dan akhirat, amiin. Dan semoga dalam Ramadhan kali ini kita bisa mendapatkan hikmah dan berkahnya untuk bisa mendapatkan derajat tertinggi yaitu taqwa. Dan setelah Ramadhanpun tetap ada jejak kita seperti saat bulan Ramadhan kita kali ini. Wallahu 'alam bishowab.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraakatuh

oleh Suntoyo

Baca Selengkapnya......

Kematian Dalam pandangan Hidup Orang Jawa

Kematian di dalam kebudayaan apa pun hampir selalu disikapi dengan ritualisasi. Entah apa pun wujud ritualisasi itu. Ada berbagai alasan mengapa kematian disikapi dengan ritualisasi. Dalam berbagai kebudayaan kematian juga dianggap bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari kehidupan. Peristiwa kematian juga ditangkap dengan sudut pandang dan pengertian yang berbeda-beda oleh setiap orang. Baik dengan ketakutan, kecemasan, pasrah, atau keikhlasan.

Orang Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang mati. Mereka (orang yang mati) diangkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian di kalangan orang Jawa mengacu pada pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi). Dalam batu nisan selalu diterakan kata kyai dan nyai. Sebuah kata yang mengacu pada pengertian ‘lebih’ dari pada yang bukan kyai atau nyai. Sebutan ini dikenakan kepada semua yang telah mati tidak memandang usia si mati, juga tidak memandang kedudukan atau status sosial yang pernah disandang semasa si mati masih hidup di dunia.
Kematian dalam kebudayaan Jawa (juga dalam kebudayaan lain) hampir selalu disikapi bukan sesuatu yang selesai. Titik. Kematian selalu meninggalkan ritualisasi yang diselenggarakan oleh yang ditinggal mati. Setelah orang mati, maka ada penguburan yang disertai doa-doa, sesajian, selamatan, pembagian waris, pelunasan hutang, dan seterusnya. Oleh karena penyebab kematian, maka pengertian mati juga diberi istilah yang berbeda-beda. Ada mati wajar, mati sial, mati konyol, dan sebagainya. Masing-masing pengertian mati ini selalu berkaitan erat dengan konstruksi sosial dari masyarakat yang melingkupinya.
Dalam masyarakat Jawa kematian juga melahirkan apa yang disebut ziarah atau tilik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ikatan antara si mati dan yang hidup dipertautkan kembali lewat aktivitas ziarah kubur. Tradisi ini secara tersirat juga menimbulkan sebuah pengharapan bagi yang masih hidup bahwa yang telah mati, yang telah berada di dunia sana dapat menyalurkan berkah dan pangestu kepada yang masih hidup. Hal ini dipandang dapat menjadi salah satu faktor keberhasilan bagi kehidupan orang yang telah ditinggalkan si mati. Baik keberhasilan material maupun spiritual.
Kematian adalah sebuah misteri yang tidak dapat diungkapkan dan tidak terelakkan. Fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala iman atau kepercayaan. Masyarakat Jawa dalam pengertian ini dapat dilihat juga mempercayai adanya dunia lain sesudah mati.
Sumber : http://ksupointer.com/

Baca Selengkapnya......

Karakteristik Pandangan Hidup Islam

studi keagamaan modern (modern study of religion) istilah worldview secara umum merujuk kepada agama dan ideologi, termasuk ideologi sekuler, [37] tapi dalam Islam worldview merujuk kepada makna realitas yang lebih luas.

Pengertian Prof. al-Attas yang kemudian diistilahkan dengan ru’yat al-Islam li al-wujud “pandangan Islam terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta,[38] dijelaskan lebih lanjut bahwa pandangan hidup Islam itu bukan sekedar pandangan akal manusia terhadap dunia fisik atau keterlibatan manusia didalamnya dari segi historis, sosial, politik dan kultural…tapi mencakup aspek al-dunyÉ dan al-Ékhirah, dimana aspek al-dunyÉ harus terkait secara erat dan mendalam dengan aspek akherat, sedangkan aspek akherat harus diletakkan sebagai aspek final”.[39] Lebih teknis lagi Prof. Alparslan menjelaskan bahwa worldview Islam adalah “visi tentang realitas dan kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak nampak (non-observable) bagi semua perilaku manusia, termasuk aktifitas ilmiah dan teknologi”.[40]
Dalam pandangan Sayyid Qutb karakteristik pandangan hidup Islam terdiri dari tujuh:
Pertama, RabbÉniyyah (bersumber dari Allah), artinya ia berasal dari Tuhan sehingga dapat disebut sebagai visi keilahian. Sifat inilah yang membedakan Islam dari pandangan hidup dan ideologi lain. Ia diturunkan dari Tuhan dengan segenap komponennya. Berbeda dari Islam pandangan hidup lain seperti pragmatisme, idealisme, atau dialektika materialisme bersumber dari akal fikiran dan kehendak manusia belaka. Berbeda dari agama lain yang kitab sucinya telah dicampuri oleh pandangan akal fikiran dan kata-kata manusia, kitab suci Islam adalah murni dan terjaga (al-Qur’an 15:9).
Kedua bersifat konstan (thabat) artinya tasawwur al-Islami itu dapat diimplementasikan kedalam berbagai bentuk struktur masyarakat dan bahkan berbagai macam masyarakat. Namun esensinya tetap konstan, tidak berubah dan tidak berkembang. Ia tidak memerlukan penyesuaian terhadap kehidupan dan pemikiran, sebab ia telah menyediakan ruang dinamis yang bergerak dalam suatu kutun yang konstan. Alam semesta dengan sunnatullahnya, manusia dengan sifat kemanusiaannya adalah desain yang konstan. Sifat konsistensi ini berlawanan dengan perkembangan yang tak terbatas yang terjadi di Barat dan pada sisi lain konsistensi juga dapat menjadi tameng dari Westernisasi atau pengaruh kebudayaan Eropah, nilai-nilainya, tradisinya dan metodologinya.
Ketiga bersifat komprehensif (shumËl), artinya tasawwur al-Islami itu bersifat komprehensi. Sifat komprehensif ini di dukung oleh prinsip tawhid yang dihasilkan dari sumber Tuhan yang Esa. Tawhid juga termanifestasikan kedalam kesatuan antara pemikiran dan tingkah laku, antara visi dan inisiatif, antara doktrin dan sistim, antara hidup dan mati, antara cita-cita dan gerakan, antara kehidupan dunia dan kehidupan sesudahanya. Kesatuan ini tidak dapat dipecah-pecah kedalam bagian-bagian yang tidak bersesuaian, termasuk memisahkan antara ibadat dan muamalat. Jika Islam difahami diluar konsep tawhid ini maka pemahaman itu dapat meletakkan seseorang diluar konsep Islam.
Keempat seimbang ( tawÉzun), artinya pandangan hidup Islam itu merupakan bentuk yang seimbang antara wahyu dan akal, sebab memang wahyu diturunkan untuk dapat diimani dan difahami oleh akal manusia. Juga keseimbangan antara yang diketahui (al-ma’lum) dan yang tidak diketahui (ghayr ma’lum), antara yang nyata dan tidak nyata.
Kelima, positif (ijabiyyah), artinya pandangan hidup Islam mendorong kepada aktifitas ketaaatan kepada Allah dam sekap positif. Segala aktifitas dalam hidup manusia mempunyai relevansinya dan konsekuensinya dalam agama dan sebalikanya pernyataan dalam ibadab seperti shahadah dengan lidah mesti diamalkan dalam aktifitas yang nyata.
Keenam, pragmatis (wÉqi’iyyah), artinya sifat pandangan hidup Islam itu tidak melulu idealistis, tapi juga membumi kedalam realitas kehidupan. Jadi ia bersifat idealistis dan realistis sekaligus, sehingga ia dapat membangun sistim yang lengkap yang sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dalam Islam perasn manusia yang dibutuhkan hanyalah sejauh kapasitasnya sebagai manusia. Ia tidak dituntut untuk berada pada posisi yang lebih rendah dari itu atau lebih tinggi sampai kepada derajat ketuhanan. Ia berbeda dari visi Brahma dalam agama Hindu yang menganggap raga manusia sebagai tidak riel, atau dari pandangan hidup Kristen yang menganggap manusia terdiri dari jiwa dan raga, tapi menganggap segala yang berhubungan dengan raga sebagai kejahatan.
Ketujuh, keesaan (tawhid), artinya karakteristik yang paling mendasar dari pandangan hidup Islam adalah pernyataan bahwa Tuhan itu adalah Esa dan segala sesuatu diciptakan oleh Nya. Karena itu tidak penguasa selain Dia, tidak ada legislator selain Dia, tidak ada siapapun yang mengatur kehidupan manusia dan hubungannya dengan dunia dan dengan manusia serta makhluk hidup lainnya kecuali Allah. Petunjuk, undang-undang dan semua sisitim kehidupan, norma atau nilai yang mengatur hubungan antara manusia berasal dari padaNya.[41]
Karakteristik yang dikemukakan oleh Sayyid Qutb diatas menunjukkan luasnya jangkauan yang menjadi bidang cakupan (spektrum) pandangan hidup Islam, akan tetapi gambaran tentang luasnya spektrum tersebut, justru menjadikannya kurang detail. Untuk melihat sisi lain yang lebih detail mengenai hal itu kita paparkan gambaran Prof. Al-Attas tentang elemen penting yang menjadi karakter utama pandangan hidup Islam. Elemen penting pandangan hidup Islam itu digambarkan dalam poin-poin berikut ini:[42]
Pertama: Dalam pandangan hidup Islam realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika terhadap dunia yang nampak (visible world) dan yang tidak nampak (invisible world). Sedangkan pandangan Barat terhadap realitas dan kebenaran, terbentuk berdasarkan akumulasi pandangan terhadap kehidupan kultural, tata nilai dan berbagai fenomena social. Meskipun pandangan ini tersusun secara coherence, tapi sejatinya bersifat artificial. [43] Pandangan ini juga terbentuk secara gradual melalui spekulasi filosofis dan penemuan ilmiah yang terbuka untuk perubahan. Spekulasi yang terus berubah itu nampak dalam dialektika yang bermula dari thesis kepada anti-thesis dan kemudian synthesis. Juga dalam konsep tentang dunia, mula-mula bersifat god-centered, kemudian god-world centered, berubah lagi menjadi world-centered. Perubahan-perubahan ini tidak lain dari adanya pandangan hidup yang berdasarkan pada spekulasi yang terus berubah karena perubahan kondisi sosial, tata nilai, agama dan tradisi intelektual Barat.
Kedua: Pandangan hidup Islam bercirikan pada metode berfikir yang tawhÊdi (integral). Artinya dalam memahami realitas dan kebenaran pandangan hidup Islam menggunakan metode yang tidak dichotomis, yang membedakan antara obyektif dan subyektif, histories-normatif, tekstual-kontektual dsb. Sebab dalam Islam, jiwa manusia itu bersifat kreatif dan dengan persepsi, imaginasi dan intelgensinya ia berpartisipasi dalam membentuk dan menerjemahkan dunia indera dan pengalaman indrawi, dan dunia imaginasi. Karena worldview yang seperti itulah maka tradisi intelektual di Barat diwarnai oleh munculnya berbagai sistim pemikiran yang berdasarkan pada materialisme dan idealisme yang didukung oleh pendekatan metodologis seperti empirisisme, rasionalisme, realisme, nominalisme, pragmatisme dan lain-lain. Akibatnya, di Barat dua kutub metode pencarian kebenaran tidak pernah bertemu dan terjadilah cul de sac.
Ketiga: Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama (din) dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan kesejarahan untuk menentukan posisi dan peranan historisnya. Substansi agama seperti: nama, keimanan dan pengamalannya, ritus-ritusnya, doktrin-doktrin serta sistim teologisnya telah ada dalam wahyu dan diterangkan serta dicontohkan oleh Nabi. Ketika ia muncul dalam pentas sejarah, Islam telah “dewasa” sebagai sebuah sistim dan tidak memerlukan pengembangan. Ia hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber yang permanen itu. Maka ciri pandangan hidup Islam adalah otentisitas dan finalitas. Maka apa yang di Barat disebut sebagai klasifikasi dan periodesiasi pemikiran, seperti periode klasik, pertengahan, modern dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam; periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen mendasar dalam pandangan hidup dan sistim nilai mereka.
Keempat: Elemen-elemen pandangan hidup Islam terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep penciptaanNya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama, konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan. Elemen-elemen mendasar yang konseptual inilah yang menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistim makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview.
Kelima: Pandangan hidup Islam memiliki elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan. Konsep Tuhan dalam Islam adalah sentral dan tidak sama dengan konsep-konsep yang terdapat dalam tradisi keagamaan lain; seperti dalam tradisi filsafat Yunani dan Hellenisme; tradisi filsafat Barat, atau tradisi mistik Timur dan Barat sekaligus. Kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep Tuhan antara Islam dan tradisi lain tidak dapat dibawa kepada kesimpulan adanya Satu Tuhan Universal, sebab sistim konseptualnya berbeda. Karena itu ide Transendent Unity of Religion adalah absurd.
Itulah ciri-ciri pandangan hidup atau worldview Islam yang tidak saja membedakan Islam dari agama, peradaban dan kebudayaan lain tapi juga membedakan metode berfikir dalam Islam dan metode berfikir pada kebudayaan lain.

Sumber : http://pondokshabran.org

Baca Selengkapnya......

Rangkuman Manusia dan Keadilan

Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.

Keaadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Berbagai Macam Keadilan
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal
2. Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat
Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.

Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.




Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

Baca Selengkapnya......

Rangkuman Manusia dan Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra {artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau_ti_n~atau lahir batin.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan

Penderitaan akan dialami oleh semua orang, hal itu sudah merupakan “risiko” hidup. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bermakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan dariNya.

Baik dalam Al Quran maupun kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia atau berisi peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umunya manusia kurang memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.

Hal itu misalnya dalam surat Al.lnsyigoq:6 (q) dinyatakan “manusia ialah mahluk yang hidupnya penuh perjuangan. Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia harus bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak botch lupa untuk taqwa terhadap Tuhan.

Berbagai kasus penderitaan terdapat dalam kehidupan. Banyaknya macam kasus penderitaan sesuai dengan liku-liku kehidupan manusia. Bagaimana manusia menghadapi penderitaan dalam hidupnya? Penderitaan fisik yang dialami manusia tentulah diatasi secara medis untuk mengurangi . atau menyembuhkannya. Sedangkan penderitaan psikis, penyembuhannya tedetak pada kemampuan si penderita dalam menyelesaikan soal-soal psikis yang dihadapinya.

Baca Selengkapnya......

Misteri Tembok Ya’juj dan Ma’juj

Mereka berkata; “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka ?”

QS. Al-Anbiya: 96 “Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (Hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata); “Aduhai celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zhalim.”


Ya-juj dan Ma-juj dalam Hadits Dari Zainab Binti Jahsh -isteri Nabi SAW, berkata; “Nabi SAW bangun dari tidurnya dengan wajah memerah, kemudian bersabda; “Tiada Tuhan selain Allah, celakalah bagi Arab dari kejahatan yang telah dekat pada hari kiamat, (yaitu) Telah dibukanya penutup Ya-juj dan Ma-juj seperti ini !” beliau melingkarkan jari tangannya. (Dalam riwayat lain tangannya membentuk isyarat 70 atau 90), Aku bertanya; “Ya Rasulullah SAW, apakah kita akan dihancurkan walaupun ada orang-orang shalih ?” Beliau menjawab; “Ya, Jika banyak kejelekan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim)

Jenis dan Asal Usul Ya-juj dan Ma-juj dalam QS. Al-Kahfi : 94 Ya-juj dan Ma-juj menurut ahli lughah ada yang menyebut isim musytaq (memiliki akar kata dari bhs. Arab) berasal dari AJAJA AN-NAR artinya jilatan api. Atau dari AL-AJJAH (bercampur/sangat panas), al-Ajju (cepat bermusuhan), Al-Ijajah (air yang memancar keras) dengan wazan MAF’UL dan YAF’UL / FA’UL. Menurut Abu Hatim, Ma-juj berasal dari MAJA yaitu kekacauan. Ma-juj berasal dari Mu-juj yaitu Malaja. Namun, menurut pendapat yang shahih, Ya-juj dan Ma-juj bukan isim musytaq tapi merupakan isim ‘Ajam dan Laqab (julukan). Para ulama sepakat, bahwa Ya-juj dan Ma-juj termasuk spesies manusia.

Mereka berbeda dalam menentukan siapa nenek moyangnya. Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam AS dan Hawa atau dari Adam AS saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh AS dari keturunan Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan dalam tarikh, Nabi Nuh AS mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/At-Turk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts Bin Nuh. Menurut Al-Maraghi, Ya-juj dan Ma-juj berasal dari satu ayah yaitu Turk, Ya-juj adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma-juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun keterangan ini tidak kuat. Mereka tinggal di Asia bagian Timur dan menguasai dari Tibet, China sampai Turkistan Barat dan Tamujin. Mereka dikenal sebagai Jengis Khan (berarti Raja Dunia) pada abad ke-7 H di Asia Tengah dan menaklukan Cina Timur. Ditaklukan oleh Quthbuddin Bin Armilan dari Raja Khuwarizmi yang diteruskan oleh anaknya Aqthay. “Batu” anak saudaranya menukar dengan negara Rusia tahun 723 H dan menghancurkan Babilon dan Hongaria. Kemudian digantikan Jaluk dan dijajah Romawi dengan menggantikan anak saudaranya Manju, diganti saudaranya Kilay yang menaklukan Cina.

Saudaranya Hulako menundukan negara Islam dan menjatuhkan Bagdad pada masa daulah Abasia ketika dipimpin Khalifah Al-Mu’tashim Billah pertengahan abad ke-7 H / 656 H. Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang banyak keturunannya.Menurut mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya membawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pemimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar. Pada QS. Al-Kahfi:94, Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang kasar dan biadab.

Jika mereka melewati perkampungan, membabad semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk. Siapakah Dzulkarnain ? Menurut versi Barat, Dzulkarnain adalah Iskandar Bin Philips Al-Maqduny Al-Yunany (orang Mecedonia, Yunani). Ia berkuasa selama 330 tahun. Membangun Iskandariah dan murid Aristoteles. Memerangi Persia dan menikahi puterinya. Mengadakan ekspansi ke India dan menaklukan Mesir.

Menurut Asy-Syaukany, pendapat di atas sulit diterima, karena hal ini mengisyaratkan ia seorang kafir dan filosof. Sedangkan al-Quran menyebutkan; “Kami (Allah) mengokohkannya di bumi dan Kami memberikan kepadanya sebab segala sesuatu.” Menurut sejarawan muslim Dzulkarnain adalah julukan Abu Karb Al-Himyari atau Abu Bakar Bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM – 552 M.).

Kerajaannya disebut At-Tababi’ah. Dijuluki Dzulkarnain (Pemilik dua tanduk), karena kekuasaannya yang sangat luas, mulai ujung tanduk matahari di Barat sampai Timur. Menurut Ibnu Abbas, ia adalah seorang raja yang shalih.

Ia seorang pengembara dan ketika sampai di antara dua gunung antara Armenia dan Azzarbaijan. Atas permintaan penduduk, Dzulkarnain membangun benteng. Para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M, di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai “Babul Hadid” (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol Klapigeo pada tahun 1403 H. Pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. “Babul Hadid” adalah jalan penghubung antara Samarqindi dan India.

BENARKAH TEMBOK CINA ADALAH TEMBOK Zulkarnain ?

Banyak orang menyangka itulah tembok yang dibuat oleh Zulkarnain dalam surat Al Kahfi. Dan yang disebut Ya’juj dan Ma’juj adalah bangsa Mongol dari Utara yang merusak dan menghancurkan negeri-negeri yang mereka taklukkan. Mari kita cermati kelanjutan surat Al Kahfi ayat 95-98 tentang itu.
Zulkarnain memenuhi permintaan penduduk setempat untuk membuatkan tembok pembatas. Dia meminta bijih besi dicurahkan ke lembah antara dua bukit. Lalu minta api dinyalakan sampai besi mencair. Maka jadilah tembok logam yang licin tidak bisa dipanjat.
Ada tiga hal yang berbeda antara Tembok Cina dan Tembok Zulkarnain. Pertama, tembok Cina terbuat dari batu-batu besar yang disusun, bukan dari besi. Kedua, tembok itu dibangun bertahap selama ratusan tahun oleh raja-raja Dinasti Han, Ming, dst. Sambung-menyambung. Ketiga, dalam Al Kahfi ayat 86, ketika bertemu dengan suatu kaum di Barat, Allah berfirman,

“Wahai Zulkarnain, terserah padamu apakah akan engkau siksa kaum itu atau engkau berikan kebaikan pada mereka.” Artinya, Zulkarnain mendapat wahyu langsung dari Tuhan, sedangkan raja-raja Cina itu tidak. Maka jelaslah bahwa tembok Cina bukan yang dimaksud dalam surat Al Kahfi. Jadi di manakan tembok Zulkarnain?

BEBERAPA PENELITIAN TEMBOK YA’JUJ

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan ordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.

Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India di abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada danau yang dinamakan Iskandar Kul. Di tahun 842 Khalifah Bani Abbasiyah, al-Watsiq, mengutus sebuah tim ekspedisi ke gerbang besi tadi. Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 m dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Persis seperti bunyi surat Al Kahfi. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu.

Letak Perkiraan Tembok Besi Berada

Apa pun tentang keberadaan dinding penutup tersebut, ia memang terbukti ada sampai sekarang di Azerbaijan dan Armenia. Tepatnya ada di perunungan yang sangat tinggi dan sangat keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam mahupun Rusia, terletak di republik Georgia.
Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah bermimpi tembok penghalang yang dibangun Iskandar Dzul Qarnain untuk memenjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka.

Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.

Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.

27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj-Ma’juj tempo dulu. Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj-Ma’juj berada.
Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj-Ma’juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).

Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya’juj-Ma’juj itu.

Ya’juj-Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, membunuh, suku-suku lain. Mereka pembuat onar, dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Iskandar Dzul Qarnain, Raja Macedonia. Iskandar kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi.

Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya’juj-Ma’juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.
Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.

sumber : http://haxims.blogspot.com



Baca Selengkapnya......

Tegakkan Keadilan bagi Buruh Migran Indonesia!

Kekerasan yang menimpa Tari binti Tarsim, 27, dan Ruminih binti Surtim, 25, buruh migrant Indonesia yang bekerja di Arab Saudi kembali menyibak kelemahan-kelemahan Pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan maksimum bagi seluruh warga negara, khususnya bagi BMI.
Tindakan kekerasan terhadap Tari binti Tarsim dan Ruminih binti Surtim—yang masing-masing dikirim oleh PT Arya Duta Bersama dan PT Amri Margatama—terjadi di rumah keluarga besar Yahya Majeed Syagatir, pemilik sebuah peternakan, di kawasan Aflah, tiga kilometer dari Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Selain Tari binti Tarsim dan Ruminih binti Surtim, kasus kekerasan berupa penganiayaan yang mengakibatkan kematian juga menimpa dua BMI perempuan, yakni Siti Tarwiyah binti Slamet dan Susmiati binti Abdul Fulan (Pos Kota, Kamis 6 Maret 2008)


Kasus ini bukanlah yang pertama dan sepertinya tidak akan pula menjadi kasus terakhir, kekerasan yang dialami BMI. Sebagaimana halnya kasus-kasus kekerasan sebelumnya, faktor yang mendorong terjadinya kekerasan-kekerasan seperti ini adalah tidak bekerjanya instrumen-instrumen perlindungan BMI yang dikelola pemerintah RI. Selain karena cenderung pasif, pemerintah juga terkesan tidak berani melakukan terobosan-terobosan kebijakan diplomatik, khususnya untuk menekan pihak Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menandatangani perjanjian bilateral penempatan tenaga kerja Indonesia yang berbasis pada pengakuan dan perlindungan atas hak-hak dasar buruh migrant. Sampai saat ini, masyarakat sepertinya belum pernah mendengar adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi yang mengatur masalah penempatan BMI di negeri tersebut.
Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, hak pengelolaan hari ke hari masalah penempatan BMI di Arab Saudi diserahkan pada pihak swasta—PJTKI dan agensi di Arab Saudi—yang dalam banyak hal justru cenderung melampaui bahkan melanggar ketentuan-ketentuan prinsip yang ditetapkan pemerintah. Perlindungan terhadap BMI adalah kewajiban konstitusional yang diemban pemerintah—selaku pemangku kekuasaan negara—dan tidak bisa di-swastanisasi-kan.
“Swastanisasi” atau “privatisasi” perlindungan hak terhadap BMI adalah kenyataan yang sama sekali tidak bisa kami terima dan akan terus kami gugat, sebab menempatkan komponen-komponen prinsipil hak asasi manusia dan hak asasi buruh migrant Indonesia sebagai komoditi yang nilainya bergantung pada dinamika pasar. Tindakan PT Arya Duta Bersama dan PT Amri Margatama yang tidak melakukan evaluasi dan langkah-langkah preventif dengan mengeluarkan Tari dan Rumih dari lingkungan keluarga besar Yahya Majeed Syagatir adalah salah satu bentuk contoh buruk akibat dominannya posisi pihak PJTKI selaku penyalur di atas BMI, bahkan di atas pemerintah.
Di tengah keadaan seperti ini, BMI pada umumnya, tidak diberikan keleluasaan untuk membentuk mekanisme pertahanan diri yang didasarkan pada kekuatan dirinya sendiri. Hingga saat ini, hak untuk berserikat bagi BMI, khususnya yang bekerja di Arab Saudi, tidak pernah diberikan. Selain itu, hak-hak lain; seperti hak untuk mendapatkan cuti, upah layak yang bebas dari berbagai potongan yang memberatkan, hak untuk terbebas dari tindakan xenophobia (anti orang asing), hak untuk terbebas dari segala tindakan kekerasan, hak untuk mendapatkan pembelaan yang adil dalam peradilan, serta hak-hak dasar lainnya bagi BMI, juga kerap tidak diperoleh.
Karena biaya penempatan yang terlampau tinggi dan besarnya kewenangan PJTKI dan agensi dalam menetapkan besarnya potongan gaji, tidak jarang menempatkan BMI dalam posisi seperti “bonded-labor” yang secara sosial tidak lebih dari sekadar “budak”. Rendahnya posisi tawar BMI seperti inilah yang kerap menyebabkannya berada dalam keadaan yang sangat rentan atas berbagai tindakan pelanggaran, kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan tindakan-tindakan lain yang merendahkan derajat kemanusiaan.
Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menghendaki adanya perbaikan perlindungan bagi buruh migrant. Pihak-pihak tersebut memanfaatkan kelemahan posisi tawar BMI demi keuntungan ekonomi sesaat. Kabar mengenai adanya uang santunan sebesar US$ 4000 (sekitar Rp 32 juta) yang diberikan Yayasan Paramitra patut diduga sebagai salah satu bentuk dari upaya untuk mengambil keuntungan dari keterpurukan posisi BMI. Bukan tidak mungkin, upaya ini justru memberikan keleluasaan kepada pelaku kekerasan dan PJTKI untuk terbebas dari berbagai sanksi dan tanggungjawab karena merasa telah memberikan kompensasi yang sepadan terhadap BMI. Padahal, tindakan kekerasan seperti penganiayaan yang dialami Tari dan Ruminih adalah perkara pidana yang upaya penuntutannya dan penegakkan keadilan bagi korban hak korban yang harus dipenuhi oleh negara mana pun.
Sikap Tari binti Tarsim dan Ruminih binti Surtim yang menerima dana santunan tersebut semakin menunjukkan bahwasanya kedua BMI perempuan yang menjadi korban tersebut tidak berada dalam keadaan yang mandiri dalam menentukan sikapnya sendiri. Penerimaan santunan sebesar Rp 32 juta dari Yayasan Paramitra itu pun bisa ditafsirkan sebagai salah satu respon untuk mengantisipasi berbagai beban biaya dan utang yang kerap menimpa BMI akibat serangkaian biaya yang harus dikeluarkan para BMI sejak perekrutan, penampungan dan pelatihan, penempatan, hingga pemulangan dan repatriasi dengan keluarga asal.
Upaya pemerintah melalui Departemen Luar Negeri RI yang memulangkan kedua korban pada saat ketika proses hukum belum dilakukan akan bisa memberikan keuntungan-keuntungan hukum bagi pelaku karena korban tidak lagi bisa memberikan kesaksian secara langsung dalam proses pengadilan yang akan dilaksanakan di Arab Saudi. Dengan berpegang pada prinsip hak asasi manusia, upaya pemerintah yang cenderung menguntungkan pelaku tindakan kriminal, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Tindakan Pemerintah melalui Departemen Luar Negeri RI juga cenderung “menguntungkan” posisi Kerajaan Arab Saudi yang dalam beberapa tahun terakhir kerap mendapatkan sorotan dari badan-badan HAM internasional akibat tingginya pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap buruh migrant. Dengan kata lain, hal ini juga menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah RI atas penegakkan HAM di seluruh dunia. Terlebih, kasus ini pelanggaran ini justru menimpa warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan perlindungan yang maksimal dari pemerintah RI.
Atas dasar paparan fakta dan analisis di atas, Sekretariat Bersama Buruh Migran Indonesia berpandangan bahwa;
1. Kekerasan yang dialami Tari binti Tarsim dan Ruminih binti Surtim adalah fenomena dari buruknya kinerja perlindungan hak bagi buruh migrant Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah RI. Fenomena ini dilatarbelakangi oleh beberapa keadaan umum dan keadaan-keadaan khusus, yang seluruhnya disebabkan oleh tidak adanya ketentuan hukum tertulis yang berdasarkan pada pengakuan dan perlindungan hak-hak buruh migrant Indonesia.
Khususnya terkait dengan masalah ini, tindakan pemerintah yang tidak secara serius mendorong adanya pembicaraan bilateral yang mengarah pada lahirnya kesepakatan bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dengan Kerajaan Arab Saudi yang berpegang pada prinsip pengakuan dan perlindungan hak buruh migrant adalah penyebab utama dari kasus-kasus kekerasan yang menimpa BMI.
2. Mengacu pada pengalaman tentang tidak efektifnya MoU-MoU bilateral yang disusun pemerintah RI dengan pemerintah dari negara-negara penerima BMI, koreksi fundamental terhadap UU No 39 tahun 2004 serta seluruh klausul MoU-MoU yang sudah ditandatangani berdasarkan UU tersebut harus segera dilakukan. Harus diingat bahwa garis kebijakan pemerintah RI dalam hal penempatan BMI—khususnya yang tertera dalam UU No 39 tahun 2004 dan peraturan-peraturan lain yang dibuat oleh Presiden serta para menteri dan jajarannya masih belum menempatkan pengakuan dan perlindungan hak BMI, bahkan cenderung menempatkan BMI semata-mata sebagai komoditi.
Koreksi tersebut harus menempatkan pengakuan dan perlindungan atas hak dan kepentingan BMI sebagai elemen yang fundamental dan tidak bisa ditawar. Koreksi tersebut juga harus memberikan kesempatan bagi BMI untuk terlibat dalam pembuatan, pengawasan, dan evaluasi kinerja perlindungan buruh migrant yang dilakukan pemerintah RI bersama pemerintah dari negara-negara penerima.
3. Lemahnya posisi tawar mayoritas BMI sesungguhnya disebabkan oleh tingginya beban kewajiban yang dipikul BMI, baik dari keluarga, komunitas, maupun negara. Sampai saat ini, stigma BMI sebagai “sumber uang” masih melekat dan menjadi “penjara” tersendiri bagi para BMI. Beban-beban akibat percaloan, kebijakan biaya penempatan yang terlampau tinggi dan tidak transparan serta tidak pula melalui konsultasi dengan BMI, serta tingginya potongan terhadap upah, yang juga kerap ditambah oleh serangkaian beban dalam proses pemulangan (terminal III), menyebabkan BMI berada dalam keadaan yang sangat buruk, bahkan cenderung mirip dengan budak. Tidak salah bila banyak kalangan menyebut fenomena BMI sebagai bentuk perbudakan paling aktual yang terjadi di era kemerdekaan seperti saat ini.
Untuk itu, kami mendesak DPR untuk segera mendorong pemerintah agar meninjau kebijakan-kebijakan yang terkait dengan biaya penempatan, menindak berbagai bentuk pemotongan illegal, dan membebaskan BMI dari jeratan utang yang muncul dalam proses penempatan BMI. Pemerintah harus memberikan jaminan perlindungan upah dan kerja layak bagi BMI.
Jakarta, 17 Maret 2008
Sumber : http://indies.my-php.net

Baca Selengkapnya......

Kenapa sich keadilan di Indonesia tidak bisa ditegakkan? Bagaimana menurut kamu?

"..........menuju indonesia yang adil dan makmur........"
itu adalah cuplikan dari pembukaan UUD '45.
tapi nyatanya sekarang,,, indonesia malah bobrok.
politikus yang jago korupsi sampai menghabiskan milyard-an rupiah uang rakyat cuma dihukum tak lebih dari 10 tahun.
belum lagi kalo dapet potongan masa tahanan pas libur hari raya, sel penjaranya pun juga gak biasa, malah luar biasa!
ada toilet, kasur empuk, makan enak, dikunjungi kapan aja bisa,,,
malah kayak pindah rumah saja.......
bedain sama penjahat kelas teri kayak maling motor, pelayanannya pun juga kelas teri.
sel sumpek, kotor, belum lagi kalo pas ditangkep/kepergok dia dapet bonus bogem mentah dari masyarakat.


apa semuanya jawabannya bersumbber dari satu kata yaitu "UANG" ??
berarti uanglah yang menguasai indonesia saat ini, yang membuat indonesia makin jauh dari harapan rakyat??
apa perlu kita meniadakan uang dan kembali ke masa lalu agar tak ada yang merasa lebih kaya dan berkuasa hanya karena dia punya lebih banyak uang dari yang lain???
gimana menurut Qamu????
Sumber : http://organisasi.org/

Baca Selengkapnya......

Manusia dan Penderitaan

Penderitaan adalah sebuah kata yang sangat dijauhi dan paling tidak disenangi oleh siapapun. Berbicara tentang penderitaan ternyata penderitaan tersebut berasal dari dalam dan luar diri manusia. Biasanya orang menyebut dengan factor internal dan faktor eksternal.

Dalam diri manusia itu ada cipta, rasa dan karysa. Karsa adalah sumber yang menjadi penggerak segala aktivitas manusia. Cipta adalah realisasi dari adanya karsa dan rasa. Baik karsa maupun rasa selalu ingin dipuaskan. Karena selalu ingin dilayani, sedangkan rasa selalu ingin dipenuhi tuntutannya. Baru dalam keduanya menemukan yang dicarinya atau diharapkan manusia akan merasa senang, merasa bahagia.
Apabila karsa dan rasa tidak terpenuhi apa yang dimaksudkan, manusia akan mendata rasa kurang mengakibatkan munculnya wujud penderitaan, bahkan lebih dari itu, yaitu rasa takut.
Rasa takut itu justru sudah menyelinap dan dating menyerang kita sebelum bencana atau bahaya itu dating menyerangnya. Sekarang yang paling penting adalah bagaimana upaya kita meniadakan rasa kurang dan rasa takut itu. Karena kedua rasa itu termasuk penyakit batin masuia, maka usaha terbaik ialah menyehatkan bathin itu sendiri, rasa kurang itu muncul dikarenakan adanya anggapan lebih pada pihak lain.
Kita sudah tahu bahwa factor – factor yang mempengaruhi penderitaan itu adalah factor internal dan faktor eksternal. Eksternal datangnya dari luar diri manusia. Factor ini dapat dibedakan atas dua macam ; yaitu eksternal murni dan tak murni. Eksternal murni adalah penyebab yang benar – benar berasal dari luar diri manusia yang bersangkutan. Penderitaan itu tidak bukan merupakan akibat ulah manusia yang bersangkutan.

Baca Selengkapnya......
Image and video hosting by TinyPic

Flash Counter

Pengikut

Blogger Touch Versi Handphone

Mobile Edition
By Blogger Touch